Pages

Sabtu, 16 Juni 2012

Lupus Eritematosus



Lupus bukanlah penyakit menular tetapi sebuah bentuk gangguan autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan sel tubuh sendiri. Ada empat jenis lupus yang dikenal:
  • Lupus diskoid (kulit). Pasien dengan lupus diskoid memiliki versi penyakit yang terbatas pada kulit, ditandai dengan ruam yang muncul pada wajah, leher, dan kulit kepala, tetapi tidak memengaruhi organ internal.
  • Lupus sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE). Pada sekitar 10% pasien lupus diskoid, penyakitnya berevolusi dan berkembang menjadi lupus sistemik yang memengaruhi organ internal tubuh seperti sendi, paru-paru, ginjal, darah, dan jantung. Lupus jenis ini sering ditandai dengan periode suar (ketika penyakit ini aktif) dan periode remisi (ketika penyakit ini tidak aktif). Tidak ada cara untuk memerkirakan berapa lama suar akan berlangsung. Setelah suar awal, beberapa pasien lupus sembuh dan tidak pernah mengalami suar lain, tetapi pada beberapa pasien lain suar datang dan pergi berulang kali selama bertahun-tahun.
  • Lupus karena pengaruh obat. Jenis lupus ini disebabkan oleh reaksi terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala sangat mirip lupus sistemik. Obat yang paling sering menimbulkan reaksi lupus adalah obat hipertensi hydralazine dan obat aritmia jantung procainamide, obat TBC Isoniazid, obat jerawat Minocycline dan sekitar 400-an obat lain. Gejala penyakit lupus mereda setelah pasien berhenti mengkonsumsi obat pemicunya.
  • Lupus neonatal. Pada situasi yang jarang terjadi, bayi yang belum lahir dan bayi baru lahir dapat memiliki ruam kulit dan komplikasi lain pada hati dan darahnya karena serangan antibodi dari ibunya. Ruam yang muncul akan memudar dalam enam bulan pertama kehidupan anak.

Gejala awal

Penyakit lupus memiliki banyak manifestasi dan profilnya berbeda pada setiap pasien. Gejala awal yang mungkin dirasakan antara lain:
  • Demam
  • Malaise, atau ketidaknyamanan umum
  • Nyeri persendian
  • Nyeri otot
  • Kelelahan ekstrim

Penyebab dan faktor risiko

Lupus masih merupakan penyakit misterius di kalangan medis. Kecuali lupus yang disebabkan reaksi obat, penyebab pasti penyakit ini tidak diketahui. Perdebatan bahkan masih berlangsung mengenai apakah lupus adalah satu penyakit atau kombinasi dari beberapa penyakit yang berhubungan.
Sekitar 90% penderita lupus adalah perempuan, yang mengindikasikan bahwa penyakit ini mungkin terkait hormon-hormon perempuan. Menstruasi, menopause dan melahirkan dapat memicu timbulnya lupus. Sekitar 80% pasien lupus mengembangkan penyakit ini di usia antara 15 s.d. 45 tahun.

Diagnosis

Manifestasi lupus dapat meniru penyakit autoimun lain, seperti multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis(rematik), sehingga sulit untuk didiagnosis. Saat ini tidak ada tes tunggal yang dapat memastikan apakah seseorang terkena penyakit lupus. Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan komprehensif yang mempertimbangkan semua gejala dan riwayat penyakit.
American College of Rheumatology menetapkan “Sebelas Kriteria Lupus” untuk membantu dokter mendiagnosis lupus. Empat atau lebih dari kriteria berikut harus hadir untuk membuat diagnosis lupus sistemik:
  1. Ruam malar: ruam berbentuk kupu-kupu di pipi dan hidung
  2. Ruam kulit: bercak merah yang menonjol
  3. Photosensitivity: ruam kulit akibat reaksi terhadap sinar matahari yang tidak biasa
  4. Borok mulut atau hidung: biasanya tanpa rasa sakit
  5. Artritis non-erosif pada dua atau lebih sendi, sehingga terasa bengkak atau lunak.
  6. Gangguan paru dan jantung: peradangan pada selaput sekitar jantung (perikarditis) dan/atau paru-paru (pleuritis)
  7. Gangguan neurologis: kejang-kejang dan/atau psikosis
  8. Gangguan ginjal: protein atau darah yang berlebihan dalam urin (proteinuria/hematuria)
  9. Gangguan hematologi (darah): anemia hemolitik, jumlah sel darah putih atau trombosit rendah
  10. Gangguan imunologi: antibodi terhadap DNA rantai ganda, antibodi terhadap Sm, atau antibodi terhadap cardiolipin
  11. Antinuclear antibody (ANA): hasil tes positif meskipun tidak memakai obat yang dikenal menyebabkan hal itu. Sekitar 95% dari pasien lupus memiliki hasil tes ANA positif.

Penanganan

Perawatan penyakit lupus bertujuan untuk mengurangi peradangan dan menekan sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif. Obat-obatan yang paling umum digunakan untuk lupus adalah NSAID (obat anti-inflamasi non-steroid), obat antimalaria dan steroid. Obat-obatan tersebut dapat diberikan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi. Dalam kasus yang parah, obat penekan imun seperti cytoxan, azathioprine dan methotrexatemungkin digunakan.

Princess-Gambar2warna



                                                  file klik disini

Fairy-gambar1


                                                 file asli klik disini

Poster Rokok


file.klik disini

Sabtu, 09 Juni 2012

Flying Without Wings

Toxoplasma gondii


Toxoplasma Gondii

Toxoplasma gondii is a microscopic protozoa that causes a disease called toxoplasmosis. The disease is found all over the world. Some estimates suggest that over 30 % of human population is infected. For example, in Germany and France most people carry the parasite, whereas in South Korea it is quite rare. More than 60 million people in the United States are said to be infected. Toxoplasmosis is usually asymptomatic, because our immune system keeps the parasite from causing illness. The disease is more problematic for pregnant women and people who have weakened immune systems. Cats are the primary host and humans and other warm blooded animals are just intermediate hosts. In this sense Toxoplasma gondii is not a pure human parasite.
Toxoplasma gondii is known to change the host's behaviour. Studies show the capability for the parasite to make rats fearless near cats. This indicates the evolutionary need for Toxoplasma gondii to get inside felines. When a rat is eaten by a cat the parasite gets inside the primary host. There have been a few studies with humans, too. Some results indicate a strong correlation between schizophrenia and toxoplasmosis. According to some studies women with toxoplasmosis are more likely to cheat their husbands. Men with the parasite have shown to be more aggressive. Infected humans also have slower reaction times.
Humans get infected by:
  • blood transfusion or organ transplantation (very rare)
  • consuming undercooked, infected meat (especially lamb, pork and venison)
  • ingesting water, soil (for example, putting dirty fingers in your mouth) or anything else that has been contaminated with cat feces
  • mother-to-child transmission. A pregnant woman, who has just been infected with Toxoplasma gondii can pass the infection to her unborn baby (congenital infection). She might not have any symptoms, but the unborn child might suffer and develop disease.
The life cycle of Toxoplasma gondii starts, when oocysts (resting form of the parasite) exit the primary host (cat) in the feces. Millions of oocysts are shed for as long as three weeks after infection. Oocysts sporulate and become infective within a few days in the environment. The oocysts are found only in the feces of domestic and wild cats. Birds, humans and other intermediate hosts get infected after ingesting water or food contaminated with the cat feces. (Healthy cats can get infected this way, too.) In the gut oocysts transform into tachyzoites which are about 4–8 µm long and 2–3 µm wide. They travel to other parts of the body via bloodstream and further develop into tissue cyst bradyzoites in muscle and neural tissue. Cysts are about 5–50 µm in diameter. They are commonly found in skeletal muscles, brain, myocardium and eyes where they can remain many decades. If a cat (or a human) eats the intermediate host, the tissue cysts get ingested and the parasite activates in the small intestine.
Toxoplasma gondii life cycle
Healthy people who become infected often do not have symptoms because their immune system keeps the parasite from causing sickness. 10–20 % of patients develop sore lymph nodes, muscle pains and other minor symptoms that last for several weeks and then go away (acute toxoplasmosis). The parasites remain in the body as tissue cysts (bradyzoites) and reactivate, if the person becomes immunosuppressed by other diseases or by immunosuppressive drugs.
Usually if a woman has been infected before becoming pregnant, the unborn baby is safe because the mother has developed immunity. If a woman is pregnant and becomes infected with toxoplasmosis during or right before pregnancy, she can transmit the disease to her unborn child (congenital transmission). The earlier the transmission occurs the bigger the effects. Then again, the longer the pregnancy goes on, the more likely is the infection going to occur. This has something got to do with the penetrability of the placenta. Symptoms might include:
  • miscarriage or stillborn baby
  • baby born with signs of toxoplasmosis (for example, abnormal enlargement or smallness of the head)
  • baby with brain or eye damage.
Usually the babies have no symptoms initially, but can develop mental disability, vision loss (ocular toxoplasmosis) and seizures later in life.
Eye disease can be caused by congenital toxoplasmosis or infection after birth or rarely from acute toxoplasmosis as an adult. Eye lesions from congenital infection are often not present at birth but occur in 20–80 % of infected individuals, when they reach adulthood. However, in the U.S. less than 2 % of persons infected after birth develop eye lesions. Eye infection leads to an acute inflammatory lesion of the retina, which leaves retinochoroidal scarring. Symptoms of acute ocular toxoplasmosis include:
  • blurred or reduced vision
  • eye pain
  • redness of the eye
  • sensitivity to light (photophobia)
  • tearing of the eyes.
The eye disease can reactivate later in life causing more damage to the retina. If the central structures of the retina are damaged, a progressive vision loss may follow.
People with weakened immune systems may develop central nervous system disease, brain lesions, pneumonitis or retinochoroiditis among other risks. For example, people with AIDS and renewed toxoplasmosis can have symptoms that include:
  • confusion
  • fever
  • headache
  • nausea
  • poor coordination
  • seizures.
If latent (chronic) toxoplasmosis reactivates in immunocompromised pregnant women who were infected before their pregnancy, it might cause congenital infection to the baby.
Toxoplasmosis diagnosis is typically made by serologic tests by detecting immunoglobulin antibodies within several weeks of infection. Your health care provider examines your blood sample to find Toxoplasma-specific IgA, IgG or IgM antibodies. Living parasites can be also found in the sample (blood, cerebrospinal or other body fluids) but the process is more difficult and thus not usually used. Direct observation of the parasite is possible in cerebrospinal fluid (CSF), stained tissue sections or other biopsy samples but these techniques are used less frequently due to their difficulty. A test that measures IgG determines if a person has been infected. Sometimes it is necessary to determine the time of the infection especially if the person is pregnant. For this IgM is detected along with IgG avidity test. Molecular techniques are used for detecting Toxoplasma gondii DNA in the amniotic fluid in cases of congenital transmission (mother-to-child transmission). Ocular toxoplasmosis diagnosis is usually based on symptoms, appearance of lesions in the eye, serologic testing and course of the infection. Serologic tests can be unreliable in immunosuppressed patients.
Toxoplasmosis can be treated with combinations of pyrimethamine with either trisulfapyrimidines or sulfadiazine, plus folinic acid in the form of leucovorin calcium to protect the bone marrow from the toxic effects of pyrimethamine. If this treatment causes hypersensitivity reaction, then pyrimethamine and clindamycin can be used instead. If these drugs are not available, then a combination of sulfamethoxazole and trimethoprim can be used. Pregnant women and babies can be treated butToxoplasma gondii cannot be eliminated completely. The parasites can remain within tissue cells in a less active stage (cyst) in locations difficult for the medication to get to. A drug called spiramycin is recommended during the first four months whereas sulfadizaine/pyrimethamine and folinic acid for women that have been pregnant for more than four months. PCR (a method to discover parasite DNA) is often performed on the amniotic fluid to find out if the infant is infected. If the infant is likely to be infected, then treatment is done with drugs such as sulfadizaine, pyrimethamine and folinic acid. Congenitally infected babies are treated with sulfonamide and pyrimethamine. Treatment for persons with ocular disease depends on the size of the eye lesion, the characteristics (acute or chronic) and the location of the lesion. Persons with compromised immune systems (such as AIDS patients) need to be treated until their health improves significantly.

http://www.parasitesinhumans.org/toxoplasma-gondii.html

Aloe vera sangat bermanfaat



Aloe vera atau sering disebut lidah buaya merupakan satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku industri. Berdasarkan hasil penelitian, manfaat lidah buayasangat banyak sekali. Karena tanaman lidah buaya ini kaya akan kandungan zat-zat seperti enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida dan komponen lain yang sangat bermanfaat bagi kecantikan dan kesehatan.
Menurut Wahyono E dan Kusnandar (2002), lidah buaya berkhasiat sebagai anti inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan membantu proses regenerasi sel. Di samping menurunkan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, lidah buaya juga dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker dan penderitaHIV/AIDS.
Lidah buaya atau Aloe vera mengandung semua jenis vitamin kecuali vitamin D, mineral yang diperlukan untuk fungsi enzim, saponin yang berfungsi sebagai anti mikroba dan 20 dari 22 jenis asam amino. Dan berikut adalah berbagai manfaat lidah buaya untuk kecantikan dan kesehatan, seperti dikutip dari laman kompas.
Pesan Sponsor
  1. Detoksifikasi. 
    Jus lidah buaya adalah peluruh racun alami, tetapi juga mengandung beragam vitamin dan mineral yang membantu tubuh kita mengatasi stres dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Gangguan pencernaan. 
    Lidah buaya berguna terutama pada kasus panas perut serta iritasi usus dan tukak lambung. Lidah buaya diketahui dapat menenangkan esofagus dan mengatasi refluks asam.
  3. Kesehatan mulut.
    Lidah buaya sangat bermanfaat untuk masalah mulut dan gusi, terutama dalam memperbaiki gusi yang memburuk.
  4. Perawatan kulit.
    Fungsinya juga menghilangkan jerawat, melembabkan kulit, detoksifikasi kulit, penghapusan bekas luka dan tanda, mengurangi peradangan, serta perbaikan dan peremajaan kulit (Awet Muda).
  5. Diabetes. 
    Setengah sendok jus lidah buaya yang diberikan selama 14 minggu terbukti mengurangi kadar gula darah sebesar 45 persen.
  6. Membantu gerakan usus.
    Aloe lateks mengandung antrakuinon glycosidesaloin A dan B yang bermanfaat sebagai obat pencahar yang kuat.
  7. Menjaga berat badan. 
    Jus lidah buaya telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menurunkan berat badan.
  8. Kekebalan. 
    Lidah buaya merupakan antioksidan yang penuh kontra radikal bebas untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
  9. Luka bakar. 
    Gel lidah buaya dapat menyembuhkan dan memperbaiki kulit yang terkena luka bakar, termasuk luka bakar akibat paparan sinar matahari.
  10. Ketombe. 
    Lidah buaya dapat membantu mengurangi gatal dan menghilangkan ketombe. Lidah buaya juga bisa digunakan untuk perawatan rambut sebelum keramas.
  11. Mendinginkan kulit yang terbakar sinar matahari, terutama bagi mereka yang kerap bekerja di luar ruangan.
  12. Mengatasi masalah kulit yang disebabkan cuaca, seperti kulit kering, kemerahan, mengelupas, dan iritasi ringan atau ruam.
  13. Memudarkan warna kemerahan pada memar di tubuh.
  14. Mengatasi rasa tidak nyaman yang disebabkan alat cukur.
  15. Mengatasi luka bakar ringan.
  16. Meredakan kulit yang melepuh.
  17. Dapat digunakan sebagai krim anti penuaan dini atau untuk mengatasi keriput.
  18. Mengobati ruam akibat terkena getah tanaman.
  19. Mengatasi rasa gatal akibat gigitan serangga.
  20. Gunakan setiap hari untuk memudarkan bekas luka dan strecth mark, garis-garis putih atau merah akibat kehamilan.
  21. Merawat luka kecil akibat teriris pisau atau tergores.
  22. Memudarkan bintik bintik kehitaman pada kulit.
  23. Dapat berguna sebagai pengganti kondisioner dan jelly untuk rambut.
  24. Bisa digunakan untuk mengurangi jerawat.
  25. Digunakan untuk mempercepat penyembuhan sariawan.
  26. Dapat digunakan sebagai body lotion alami.
  27. Untuk meredakan otot yang keram atau menegang.
  28. Digunakan untuk mengurangi keluhan pada masalah gusi.
  29. Mengurangi ketombe pada kepala.
  30. Mengatasi kutu air.
Dari berbagai manfaat lidah buaya bagi kesehatan dan kecantikan diatas, ternyata masih banyak sekali manfaat lain dari lidah buaya.
Adapun jenis tanaman ini banyak ditemukan di daerah subtropis dan tropis seperti Afrika Selatan, Amerika Latin serta di Indonesia.
Mengingat begitu banyaknya manfaat yang terkandung dalam lidah buaya, maka sangat di anjurkan bagi kita untuk menanam jenis tanaman ini. Selain mudah perawatannya, lidah buaya juga dapat di tanam dimana saja, misalnya di depan rumah, taman yang tentunya tidak harus memiliki lahan yang luas untuk menanam lidah buaya.
sumber :
 

(c)2009 semua disini. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger